SISTEM EKONOMI ISLAM SOLUSI MENGATASI KEMISKINAN



SISTEM EKONOMI ISLAM
SOLUSI MENGATASI KEMISKINAN


A.    Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat besar. Tanah Indonesia begitu subur, berbagai macam tanaman bisa tumbuh dengan baik. Di dalam bumi Indonesia mengandung kekayaan alam seperti emas, minyak, batu bara dan lainnya. Sebagai negara maritim, Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang melimpah.
Namun kekayaan yang melimpah tersebut tidak sebanding lurus dengan kesejahteraan ekonomi penduduknya. Dari tahun ke tahun angka kemiskinan tidak semakin turun, tetapi justru semakin meningkat. Kesejahteraan sosial yang menjadi cita-cita luhur bangsa Indonesia tidak kunjung diperoleh meski telah merdeka selama 70 tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 860.000 orang ketimbang dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).[1] 
Tingginya angka kemiskinan di atas disebabkan sumber daya manusia warga negara Indonesia yang masih lemah sehingga kekayaan alam Indonesia tidak mampu dikelola oleh warga Indonesia sendiri. Sebaliknya justru pengelolaannya diserahkan kepada pihak asing. Selain itu system ekonomi kapitalis liberal yang diterapkan di Indonesia menjadikan aset-aset kekayaan negara Indonesia dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki kapital dan modal yang besar. Mereka yang tidak bermodal harus rela gigit jari menjadi penonton dan pelayan di negeri sendiri.
Meskipun secara resmi Indonesia tidak menggunakan system ekonomi kapitalis liberal, namun dalam praktiknya system ekonomi ini yang dominan diterapkan di Indonesia. Sistem ekonomi ini terbukti membuka jarak yang lebar di antara si kaya pemilik modal dan rakyat miskin. Ketidakadilan di bidang ekonomi semakin terlihat. Kesejahteraan bangsa yang dicita-citakan semakin jauh dari kenyataan.
Kuatnya kaum pemilik modal juga berimplikasi pada sektor lain, misalnya dalam persoalan penegakan hukum. Hukum menjadi tajam ke bawah, namun tumpul ke atas, hukum dapat dengan  mudah dibeli oleh kaum konglomerat. Ketika kaum konglomerat melakukan tindakan melanggar hukum, maka hukum tidak mampu bertindak apapun. Sebaliknya ketika kaum miskin melanggar hukum, sekecil apapun pelanggarannya maka penjara dipastikan menanti kedatangan mereka.
Kenyataan di atas mendorong penulis untuk mengetahui system ekonomi Islam yang pada masa lampau telah terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama pada masa Khulafa>’ al Ra>syidi>n dan Umar bin Abdul Aziz. Bahkan dalam sejarah Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan orang yang berhak menerima zakat (mustah}iq), karena kesejahteraan rakyat telah diraih.

B.   Sistem Perekonomian Indonesia
Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda. Pada awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa reformasi. Setelah masa reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.
Berikut sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia dari masa orde baru hingga sekarang:
1.    Sistem Ekonomi Demokrasi
Sistem ekonomi demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong royongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah. Pada sistem demokrasi ekonomi, pemerintah dan seluruh rakyat baik golongan ekonomi lemah maupun pengusaha aktif dalam usaha mencapai kemakmuran bangsa. Selain itu, negara berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian terdapat kerja sama dan saling membantu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Ciri-ciri positif pada sistem ekonomi demokrasi:
a.       Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
b.      Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
c.       Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
d.      Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
e.       Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
f.        Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
g.      Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Ciri-ciri negatif pada sistem ekonomi demokrasi adalah:
a.       Sistem free fight liberalism, yaitu sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain sehingga dapat menimbulkan kelemahan struktural ekonomi nasional.
b.      Sistem etatisme, di mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
c.       Persaingan tidak sehat dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
2.    Sistem Ekonomi Kerakyatan
Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun 1998. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.
Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah:
a.       Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
b.      Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
c.       Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
d.      Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
e.       Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
Meskipun dalam tataran konsep dan teori system ekonomi Indonesia tidak tergolong sebagai system ekonomi kapitalis liberal. Namun dalam tataran praktik masih secara dominan menggunakan system ekonomi tersebut. Sehingga system ekonomi Indonesia dengan berbagai namanya tetap saja belum mampu untuk mengatasi atau mengurangi angka kemiskinan secara signfikan.
C.   Solusi al-Qur’an Mengatasi Kemiskinan
Bagi seorang muslim syari’at (aturan) Islam adalah aturan yang terbaik dan relevan sepanjang masa. Karena syari’at Islam adalah ciptaan pencipta alam semesta ini yang Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu, bahkan lebih mengetahui kemaslahatan manusia dari manusia sendiri.
Syari’at Islam diturunkan untuk kemaslahatan (kebaikan) manusia, sehingga setiap Rasul membawa syari’at Islam yang berbeda-beda. Namun sepeninggal Rasulullah masa tasyri’ (masa penetapan syari’at Islam) telah usai. Sehingga tidak akan ada lagi perubahan syari’at Islam sampai pada hari kiamat. Ketika Rasulullah wafat kaidah-kaidah umum syari’at Islam telah terbangun dengan sempurna. Segala permasalahan baru yang muncul berikutnya akan mampu dijawab oleh Islam berdasarkan ijtihad dari para mujtahid dari kaidah-kaidah umum yang telah kokoh dalam al-Qur’an maupun hadits tersebut. Allah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ) المائدة/3 (.
“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah aku sempurnakan nikmatku atas kalian dan aku telah ridla Islam sebagai agama kalian”
Al-Qur’an dengan kaidah-kaidah umumnya yang sempurna tersebut, menjelaskan konsep-konsep perekonomian dalam Islam. Prinsip dasar dari system ekonomi Islam menurut Yusuf Qardhawi adalah tauhid, akhlak, dan keseimbangan.[2]
1.    Sumber Keuangan Islam   
Sumber keuangan dalam Islam ada dua macam; sumber keuangan khusus dan sumber keuangan umum. Sumber keuangan khusus adalah harta yang diperoleh oleh individu dengan cara bekerja yang tidak bertentangan dengan syara’. Islam mengakui kepemilikan individual sebanyak apapun yang diperoleh dari hasil pertanian, perdagangan dan semacamnya. Kepemilikan harta ini bisa dipindah tangankan dengan cara waris karena hubungan kekerabatan, juga dengan wasiat. Misalnya seseorang sebelum meninggal dunia mengatakan: “Jika nanti aku mati berikanlah hartaku kepada si fulan”.[3]
Sedangkan di antara sumber keuangan umum adalah harta zakat, infaq, shadaqah dan fai’.  Allah ta’aalaa berfirman:
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# ÇÐÐÈ
”Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" (Q.S al-Nisa>’`: 77)
Harta zakat berasal dari binatang ternak, pertanian yang dijadikan sebagai bahan makanan pokok dan buah-buahan, perdagangan serta emas dan perak, baik yang didapat dari tambang (ma’din) maupun temuan (rikaz). Sebagian ulama seperti Abu Hanifah mewajibkan zakat uang.
Selain zakat di antara sumber keuangan umum dalam system ekonomi Islam adalah harta orang-orang yang meninggal dunia tanpa meninggalkan kerabat yang mewarisinya. Harta kekayaan tersebut diberikan ke kas negara (bayt al-ma>l) dan dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat.[4]
Apabila harta yang ada di bayt al-ma>l mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan maka sepenuhnya kebutuhan mereka dicukupi oleh bayt al-ma>l, tidak boleh sedikitpun harta individu seseorang diambil untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanpa kerelaan pemiliknya. Namun jika harta yang ada di bayt al-ma>l tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rakyat, maka wajib bagi negara untuk mengambil harta orang-orang kaya untuk memenuhinya, bahkan meskipun mereka tidak merelakannya. Bahkan meskipun harus mengambil sebagian besar harta orang-orang kaya, maka harus dilakukan, dan disisakan untuk kebeutuhan mereka satu tahun.
Aturan seperti ini diambil dari nas}-nas} fikih Islam yang telah digali dari nas}-nas} syara’ (al-Qur’an dan hadits) oleh para mujtahid. Di antara ayat yang dijadikan dasar adalah firman Allah ta’ala:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ . لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan mereka yang di dalam hartanya terhadap hak yang telah diketahui bagi orang yang meminta-minta dan (orang miskin) yang tidak meminta-minta” (Q.S al Ma’arij: 24-25)
Demikian juga hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:
مَا ءَامَنَ بِيْ مَنْ بَاتَ شَبْعَان وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ
“Tidaklah beriman (dengan sempurna) seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan padahal dia mengetahuinya”. (HR al T}abara>ni)[5]
Para ahli fikih seperti al-Syarwani dalam Ha>shiyah Minha>j al T}a>libi>n mengatakan “Menutup kebutuhan primer itu lebih didahulukan dari haji wajib, dan untuk menutupnya diambil dari harta orang-orang kaya, dan menyisakan untuk kebutuhan mereka dalam satu tahun”.[6]
Demikian juga dalam kitab Raud}atu al-T}a>libi>n.  imam al-Nawawi mengatakan bahwa di antara yang fard}}u kifa>yah adalah sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan hidup dan mengatur urusan manusia seperti:
(1)   menolak bahaya dari umat Islam,
(2)   menghilangkan kemiskinan mereka,
(3)   menutup aurat
(4)   memberi makan orang-orang yang kelaparan
(5)   dan menolong orang-orang yang meminta pertolongan,
semua itu adalah fard}u kifa>yah bagi orang-orang yang kaya dan memiliki kemampuan jika harta zakat tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan mereka, dalam bayt al-ma>l juga tidak ada harta yang bisa menutup kebutuhan pokok tersebut.[7]
2.    Distribusi Zaka>t, Infa>q dan S}adaqah
Dalam distribusinya, harta zakat diberikan kepada orang-orang tertentu, tidak digunakan untuk seluruh kemaslahatan rakyat. Sebagian besar penerima zakat (mustahiq) adalah orang-orang yang membutuhkan. Allah ta’ala berfirman:
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (ÇÏÉÈ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk fisabilillah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan” (Q.S al-Taubah: 60)

Dalam kitab-kitab fikih klasik penjelasan mustahiq zakat sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas adalah sebagai berikut:
1.      Fakir; orang yang tidak bekerja atau bekerja tetapi hasilnya tidak mencapai separuh dari kebutuhan primernya seperti orang yang sehari membutuhkan Rp. 10.000 akan tetapi ia hanya dapat menghasilkan Rp. 4.000.
2.      Miskin; orang yang hanya bisa memenuhi separuh kebutuhan primernya. seperti orang yang dalam sehari membutuhkan Rp.10.000 tetapi dia hanya bisa memenuhi Rp. 8.000 atau Rp. 7.000
3.      Amil; orang yang ditunjuk imam dengan tanpa diberi gaji dari baitul mal (kas Negara) untuk mengambil (menerima) dan membagikan zakat. Adapun panitia yang biasanya dibentuk di setiap kampung yang tidak ditunjuk oleh imam, mereka bukanlah amil yang menurut syara’ yang berhak mendapatkan zakat (atas nama amil). Namun jika mereka tergolong fakir atau miskin atau termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat (selain amil), mereka boleh menerima bagian zakat atas nama golongan-golongan tersebut.
4.      Al-muallafatu qulu>buhum; yaitu orang yang baru masuk Islam dan Islamnya masih lemah, mereka diberi bagian zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat. Atau mereka adalah orang-orang yang baru masuk Islam dan Islamnya kuat yang terpandang di antara kaumnya, dengan diberikannya zakat kepada mereka diharapkan orang-orang semacam mereka yang masih kafir tertarik untuk masuk Islam.
5.      Riqa>b; budak muka>tab yakni hamba sahaya yang memiliki perjanjian dengan tuannya jika dia bisa membayar uang dengan jumlah tertentu maka ia merdeka. Keberadaan budak saat ini sangat jarang dijumpai kecuali di beberapa tempat seperti di Mauritania Afrika (kebanyakan para budak di sana sudah tidak lagi diperjual belikan layaknya budak-budak zaman dahulu)
6.      Gha>rim; orang yang berhutang bukan untuk digunakan dalam kemaksiatan dan tidak mampu melunasinya pada waktunya (sudah jatuh tempo).
7.      Fi> sabi>lillah; yaitu orang yang berperang di medan pertempuran melawan orang-orang kafir tanpa mendapatkan gaji sepeserpun dari khalifah atau penguasa (pejuang suka relawan).
8.      Ibnu Sabil; musafir yang melakukan perjalanan yang bukan haram yang kehabisan bekal untuk bisa sampai ke tujuannya.
3.    Optimalisasi Zaka>t, Infa>q dan S}adoqah
Dalam mengoptimalkan pengelolaan zaka>t, infa>q dan s}adaqah, Islam juga mengharuskan kepada penguasa untuk menunjuk a>mil, yang bekerja bukan hanya menerima dan mendistribusikan zakat pada mustahiq. Tetapi juga menjemput zakat dari para muzakki (orang yang berkewajiban zakat). Allah ta’a>la berfirman:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5  ÇÊÉÌÈ
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (Q.S al Taubah: 103)
Di Indonesia berdasarkan pasal 6, 7, 8, 9, 10 UU No. 38 Tahun 1999 jo. Pasal 1 s.d. pasal 12, pasal 21, 22, 23 dan 24 KMA No. 581 tahun 1999, organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ dan BAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9 undang-undang jo. Pasal 1 KMA).[8]
Namun meskipun badan amil zakat telah dibentuk oleh pemerintah, tetapi dalam praktiknya masih terkesan pasif. Mereka hanya menunggu kerelaan muzakki untuk menyerahkan zakatnya kepada BAZ atau LAZ. BAZ dan LAZ belum melakukan pendataan muzakki secara intensif. BAZ dan LAZ hanya memberikan seruan dan himbauan saja kepada para muzakki, tanpa data-data muzakki yang akurat. Padahal sebagian besar umat Islam belum memahami dengan benar tentang ah}ka>m al-zaka>t. Bahkan kebanyakan mereka juga tidak mengetahui bahwa mereka telah berkewajiban mengeluarkan zakat. Sehingga sosialisasi ah}ka>m al-zaka>t dan pendataan muzakki perlu dilakukan oleh BAZ atau LAZ dalam mengoptimalkan pengelolaan zakat.
Kelemahan BAZ dan LAZ yang dibentuk oleh pemerintah, mendorong organisasi-organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dan lainnya membentuk badan amil zakat sendiri. Di satu sisi kondisi seperti ini menggembirakan, namun di sisi lain memiliki dampak negatif. Pengelolaan zakat oleh organisasi cenderung tidak merata dalam distribusinya. Mereka mendahulukan anggota dan warganya, dan mengabaikan mustah}iq di luar anggotanya. Dan jika diberikan kepada mustah}iq di luar anggota organisasinya maka cenderung dimaksudkan untuk menarik para mustah}iq masuk dalam organisasi mereka. 
Sistem ekonomi Islam seperti ini jelas lebih baik dan adil dibandingkan dengan system ekonomi kapitalis liberal dan sosialis. Karena dalam system ekonomi liberal tidak ada kewajiban untuk menutup kebutuhan pokok rakyat dengan menggunakan harta orang-orang kaya.
Sistem ekonomi etatisme/sosialis merupakan sistem ekonomi dimana ekonomi diatur negara. Dalam sistem ini, jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah pusat. Dalam perekonomian ini yang menjadi dasar adalah Karl Marx, dia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan semua pihak.[9]
Sistem ekonomi sosialis akan menjadikan rakyat malas bekerja. Karena seseorang yang mengetahui bahwa dia tidak leluasa dalam membelanjakan harta benda hasil kerjanya, maka semangat dan etos kerjanya akan menurun.
Sedangkan sistem ekonomi pasar/liberal/kapitalis adalah sistem ekonomi dimana ekonomi diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem ekonomi liberal merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan seutuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada setiap orang untuk memperoleh keuntungan yang seperti dia inginkan.[10]
Sistem ekonomi kapitalis akan menciptakan kesenjangan yang tajam antara kaum pemilik modal dan kaum miskin. Pemilik modal akan semena-mena terhadap orang-orang yang lemah. Sistem ini juga menjadikan masyarakat tidak berfikir tentang kondisi ekonomi orang lain, karena kompetisi yang ketat dan tidak sehat.

D.  Implementasi Undang-Undang Sistem Ekonomi Islam
Indonesia bukanlah negara yang menerapkan syari’at Islam sebagai undang-undang negara secara resmi. Meskipun demikian dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 mayoritas syari’at Islam dapat dilaksanakan dengan baik. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberikan peluang yang sangat besar bagi umat Islam untuk menerapkan syari’at Islam secara leluasa.
Secara teoritis undang-undang di negara NKRI ini dibuat oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dan telah dimaklumi bahwa mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam, dan pemerintah serta anggota DPR secara otomatis juga mayoritas muslim. Maka jika ada pemahaman dan kemauan dari para pemegang kekuasaan yang notabene orang-orang Islam untuk menjadikan syari’at Islam masuk dalam sistem perundang-undangan negara maka bukan sesuatu yang sulit.
Jika pada saat ini penamaan undang-undang tersebut sebagai undang-undang Islam tidak dimungkinkan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka tidak mesti menggunakan label syari’at Islam, yang terpenting adalah substansi syari’at Islam telah menjadi undang-undang negara.
Permasalahan utama yang terjadi saat ini, meskipun mayoritas wakil rakyat adalah umat Islam, bahkan notabene mewakili partai yang meraih suaranya dengan menjual citra sebagai partai Islam dan partai umat Islam, tetapi sangat sedikit (atau bahkan tidak ada) di antara mereka yang memiliki pemahaman terhadap system ekonomi Islam ini dengan baik. Mereka yang memahaminya tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap kebenaran dan kebaikan syari’at Islam untuk NKRI ini. Mereka yang memiliki keyakinan tidak memiliki  keberanian untuk memperjangkannya di negara yang didirikan oleh para ulama Islam ini.
Berdasarkan fakta di atas maka penanaman ilmu-ilmu agama terhadap umat Islam secara umum dan para wakil rakyat secara khusus mendesak untuk dilakukan, tentu ini adalah tanggung jawab dari partai politik masing-masing. Dengan pemahaman ilmu agama yang benar akan melahirkan sebuah keyakinan yang kuat terhadap kebenaran syari’at Islam, termasuk system ekonomi Islam. Keyakinan yang kuat akan menjadi motivator dahsyat terhadap para wakil rakyat untuk memperjuangkan apa yang telah diyakininya sebagai sesuatu yang benar, adil dan akan membawa rakyat pada kesejahteraan.
Partai-partai politik yang secara vulgar memproklamirkan partainya sebagai partai Islam, atau partai yang mengakui massa Islam sebagai basisnya harus melupakan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok dan mulai berfikir untuk memperjuangkan rakyat yang menyerahkan mandat tersebut kepada mereka.

E.     Penutup
 Allah adalah pencipta manusia dan Dia lebih mengetahui kemaslahatan manusia dari pada manusia itu sendiri. Maka system ekonomi yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an telah terbukti mampu menjawab persoalan kemiskinan pada masa lalu. Ketika segala macam system ekonomi telah gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat dan mengatasi kemiskinan, maka al Qur’an datang dengan menawarkan sebuah system ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan, kebersamaan dan kegotong royongan.
Dalam bidang ekonomi, Islam tidak mengizinkan ada seorang muslimpun yang kelaparan. Selain pemerintah dapat memanfaatkan harta bayt al-Ma>l yang diambil dari berbagai sumber seperti zaka>t, infa>q dan s}adaqah serta harta warisan orang yang tidak memiliki harta waris, pemerintah dalam kondisi darurat dimana bayt al-ma>l tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat maka pemerintah diperkenankan untuk mengambil harta individual orang-orang kaya baik secara suka rela atau dengan paksaan untuk menutup kebutuhan rakyat. Bahkan jika harus mengambil sebagian besar harta mereka, itupun boleh dilakukan dengan hanya menyisakan harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam satu tahun.
Optimalisasi BAZ dan LAZ merupakan solusi yang harus dipertimbangkan pemerintah, dengan membuat peraturan-peraturan perundang-undangan yang mendukukung optimalisasi pengelolan keuangan dengan sitem Islam.
















Daftar Pustaka


Al Qur’an dan Terjemahnya, Kemenag RI
al Harari, Abdullah. al Dalil al Qawim. Bairut: Dar al Masyari’, 2009
al Tabarani, al Mu’jam al Kabir. Bairut: Dar al Kutub al Ilmiah, 2010
al Haitsani, Majma’ al Zawaid , Bairut: Dar al Kutub al Ilmiah, 2009
Al Syarwani, Hawasyi al Syarwani. Bairut: Dar al Fikr. 1999
An Nawawi, Raudlatu al Talibin. Bairut: Dar al Kutub al Ilmiah. 2011



[1] www.bps.go.id/, diakses pada Sabtu 19 Desember 2015
[2] https://suherilbs.wordpress.com/ekonomi-mikro/ekonomi-makro/
[3] Abdullah al Harari, al Dalil al Qawim (Bairut: Dar al Masyari’, 2009), 557
[4] Ibid, 558
[5] Hadits diriwayatkan oleh al Tabarani dalam al Mu’jam al Kabir Juz 1, 259. Al Hafidz al Haitsani dalam kitab Majma’ al Zawaid mengatakan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh al Bazzar dan sanadnya hasan.
[6] Al Syarwani, Hawasyi al Syarwani (Bairut: Dar al Fikr), 4/24
[7] An Nawawi, Raudlatu al Talibin (Bairut: Dar al Kutub al Ilmiah), 10/221
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme, diakses pada 19 Desember 2015
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme, diakses pada 19 Desember 2015

Comments