Islam dan Kristiani Bersatu



ABSTRAK
Semua agama tidak ada yang berbeda dalam menjalankan kehidupan di dunia. Pokok dari dari semua agama tiada lain keculai untuk beribadah, berbuat baik, menjauhi kerusakan, meninggalkan segala sesuatu yang jelek. Hilangnya toleransi, munculnya kefanatikan, dan merasa peling benar serta merasa paling tinggi derajatnya menjadi problem utama kehancuran manusia.
Kata kunci; Muslim, Kristen, dan Understanding.
A.  Pendahuluan
1.    Biografi M. T{a>libiy>
Muhammad T{a>libiy> lahir pada tahun 1921 M di ibu kota Tunisia. Ia menimba ilmu di salah satu sekolah di Tunis yang bernama al-S{a>diqah. Kemudia ia melanjutkan menimba ilmu di universita Sorbonne hingga pemdapatkan gelar Doktor. T{a>libiy> tercatat sebagai dekan fakultas Sastra yang ada di universitas Tunis yang bertepatan pada tahun 1955 M. Aktifitasnya tidak terbatas dalam dunia akademisi saja, namun ini juga masuk dalam parlemen kenegaraan. Hal ini terbukti ia pernah penjabat sebagai ketua defisi kebudayaan kenegaraan (اللجنة الثقافية والوطنية) serta merangkap sebagai dewan kenegaraan untuk kebebasan (المجلس الوطنى للحرية) tepat pada tahun 1995.[1]
2.    Urgensi Persatuan Umat Manusia
Menjelani hidup di dunia tidak akan bisa terlepaskan dan terpisahkan dari organisasi dan komunikasi antara umat manusia tanpa terlebih dahulu memandang agama atau golongan terlebih pada masa globalisasi seperti saat ini. Sekat-sekat agama maupun sekte terkadang menjadi sebuah kedala yang bisa menghambat komunikasi dengan baik. Dari sini muncullah tokoh-tokoh Muslim yang ingin menyatukan perbedaan pendapat antara sekte dan agama.
Konflik antara sekte dan agama sering kali muncul baik di dunia maya maupun dunianya. Sekte dan agama seakan menjadi pemicu utama kehancuran, perkelahian, dan perpecahan umat manusia. Permusuhan dan perbecaan seperti itu bukanlah harapan adanya semua agama, jika melihat pada hakikat dan asal-usul terciptanya agama. Seharusnya agama memberikan kesejukan dan ketenterama sesama manusia. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila Rujih Gharaudi berkata “Tidak penting bagiku orang berkata ‘Aku Kristen atau aku Muslim’ akan tetapi yang terpenting bagiku adalah apa yang telah didilakukan sebuah keimanan pada dirimu?” ia juga menambahkan, “Tidak mungkin menjahui agama-agama lain hanya disebabkan satu agama, akan tetapi kita harus mencari tahu bagaimana cara untuk menyatukan kita dengan agama-agama lain.”[2]
Dari penjelasan di atas, nampak jelas bahwa mencari tahu dan menyatukan antara agama merupakan sebuah urgensitas, agar umat manusia tidak terjadi perpecahan dan pertikaian yang menyebabkan hancurnya dunia. Muhammad T{a>libiy> salah satu tokoh yang menyuarakan persatuan antar umat beragama. Hal ini terlihat dari karyanya yang berjudul ‘Iya>lullah Afka>r Jadi>dah fi> ‘Ala>qah al-Muslim bi Nafsih wa bi al-A<khari>n.
B.   Kegelisahan Akademik
Akhir-akhir ini di Indonesia terjadi konflik antara agama Islam dan Kristen. Konflik tersebut tidak hanya sekedar konflik perbedaan paham dalam akidah, akan tetapi berdapak pada pembakaran masjid dan gereja bahkan sampai ada korban jiwa. Belum lagi permasalahan yang sedang buming di Perancis atas kejadikan pengeboman yang tanpa ada dasar kebenaran. Dunia saat ini membutuhkan solusi yang bisa menyatukan antara umat beragama, agar tidak ada lagi kekerasan dan kerusakan demi menjaga kelestarian hidup di dunia.
Menyatukan atau memadukan akidah semua agama merupakan hal yang mustahil, sebab akidah merupakan sebuah keyakinan yang sulit untuk diperjual belikan. Namun, jika umat manusia tidak bersatu dan tidak terjadi perdamaian, maka pertumpahan darah akan semakin meraja lela. Dari sinilah, muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana menyatukan semua agama? Apa solusi agar semua agama bisa bersatu? Dan apa penyebab perpecahan yang terjadi antara semua agama?” Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi sebuah kegelisahan seorang akademisi yang harus segera dipecahkan.
C.   Pembahasan
Dalam makalah ini pemakalah akan sedikit menguraikan pemikiran Muhammad T{a>libiy> dalam karya tulisnya yang berjudul ‘Iya>lullah Afka>r Jadi>dah fi> ‘Ala>qah al-Muslim bi Nafsih wa bi al-A<khari>n sebelum memasuki pembahasan inti yaitu titik temu antara Islam dan Kristen. Dari judul, sudah nampak jelas bahwa tema yang dibahas bukan hanya menyatukan hubungan antar umat beragama, melainkan T{a>libiy> ingin menyatukan padanya sesama agama kemudian dilanjutkan dengan menyatukan antara agama yang ada. Oleh karena itu, T{a>libiy> menegaskan peperangan atau kerusakan terjadi disebabkan 2 hal yaitu: 1) Internal. 2) Eksternal. Kemudia T{a>libiy> menambahkan 2 sebab itulah yang menyebabkan matinya Tuhan.[3] Kerusakan yang disebabkan dua hal setrebut yang menjadi latar belakang munculnya ide untuk menyatukan semua pandangan demi menjaga kesatuan umat manusia.
Untuk memperjelas pembagian T{a>libiy> mengenai kerusakan agama yang menyebabkan kematian Tuhan mari kita lihat sekema di bawah ini:
1.    Sebab Internal dan Solusi yang ditawarkan T{a>libiy>
Tidak salah ketika T{a>libiy> membagi kerusakan dengan dua bagian (internal dan eksternal). Hal ini nampak jelas mulai dari terpecahnya umat Islam pada priede awal hijriah yang disebabkan konflik politik, hingga muncul golongan Syiah, Khawarij, dan disusul oleh sekte Ahli Sunnah. Kerusakan dari dalam bukan hanya terjadi pada umat Islam, namun juga terjadi pada umat beragama lain seperti Hindu yang ada di India dan Kristen yang ada di Eropa. Dalam buku History of Freedom of Thought karya John Bagnell Burry yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad ‘Abd al-‘Azi>z Ish}a>q menjelaskan dari adanya konflik internal inilah yang menjadi latar belakang munculnya ideologi menyatukan paham antara sesama agama dari dalam.[4]
T{a>libiy> menegaskan bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam berfikir hingga memasuki hal yang terdalam, memberikan berubahan, dan wacana. Kebebasan dan berfikir dan memilih ini merupakan sesuatau yang dikehendaki Allah. Dari sini, berbedaan dalam sudut pandang merupakan hal yang wajar, sebab Allah sendiri yang menghendakinya.[5] Dari sini, perbedaan dan permusuhan merupakan tabiat serta ciri khas manusia yang tidak akan bisa dihindari dan perbedaan itu merupakan suatu yang indah dalam kehidupan. Namun, sering kali umat Islam menjadikan perbedaan dalam berpendapat maupun dalam menyelesaikan masalah sebagai bahan permusuhan dan perpecahan. Demikianlah yang menjadi penyebab kematian Tuhan dalam diri manusia.
T{a>libiy> juga menjelaskan, seharusnya umat Islam sadar bahwa semua umat Islam membaca satu kitab suci al-Qur’a>n. Dengan membaca kitab suci al-Qur’a>n itu sendiri sudah bisa menyebabkan perbedaan dalam berfikir. Bagaimana tidak terjadi perbedaan sedangakan yang dibaca hanya satu teks (satu al-Qur’a>n) dan yang membaca berjuat pemikiran. Dari banyaknya pembaca, maka akan menimbulkan banyaknya pemikiran.[6]
Membaca teks sama halnya dengan berkomunikasi dengan teks tersebuat. Jika teks yang dibaca hanya satu yang dianggap sakral (al-Qur’an), maka perbedaan dalam memahami dan mengasumsi merupakan sebuah kewajan. Hanya saja perbedaan dalam memahami satu teks sakral tersebut sering kali menjadikan perpecahan dan permusuhan bahkan sampai mengkafir-kafirkan. Inilah yang menjadi kesalahan yang terjadi dari masa kemasa. Seakan mereka tidak menyadari kebebasan dari berfikir dan tidak faham bahwa pembaca teks bukan hanya satu orang dan satu pemikiran.
T{a>libiy> berusaha menghilangkan perpecahan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat yang terjadi pada kalangan orang Islam dengan tawaran-tawaran yang sangat menarik dan bisa dijadikan sebuah renungan diri bagi umat Islam. Tawaran itu adalah sebagaimana berikut:
a)      Toleransi terhadap pendapat yang berbeda.[7] Dalam al-Maba>di’ al-Khamsah dijelaskan, salah satu yang harus dijaga oleh manusia demi melestarikan kehidupan yang mencocoki pada al-Maqa>s}id al-Shari’ah ialah H{ifz} al-Aql (menjaga akal). Di antara maksud ‘menjaga akal’ di sini memberikan kebebasan bagi semua orang untuk berfikir. Kebebasan dalam berfikir tidak akan bisa terwujud bila tidak ada toleransi di dalamnya. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika ulama terdahulu tidak terlalu fanatik pada pendapatnya sendiri, bahkan al-Sha>fi’i sendiri berkata, “Jika kalian menemukan hadis yang lebih sahih dari pada hadis yang saya gunakan dalam memutuskan sebuah hukum, maka saya cabut lagi hukum yang teleh saya tetapkan baik saat saya masih hidup maupun setelah saya meninggal.”[8] Dari kata-kata al-Sha>fi’i di atas menggambarkan toleransi yang sangat besar pada argemen lain yang bertentangan dan ia tidak merasa malu mengakui kesalahan bila memang terjadi salah.
Hilangnya toleransi inilah yang menyebabkan uamt Islam tidak bisa bersatu dan saling menyalahkan satu masa lain. Ini juga terjadi pada masa yang kita alami saat ini.
b)      Mengahargai pendapat orang lain.[9] Menurut T{a>libiy>, toleransi yang mendalam akan memunculkan sifat menghargai pendapat orang lain.[10] Menghargai pendapat orang lain merupakan salah satu cara mengatasi kematian Tuhan. Hal demikian yang sering dilakukan dan dijadikan pedoman ulama terdahulu. Bahkan Ahmad bin Hambal berkata, “Jangan taklid padaku, Maliki, Shafi’i, atau Awza’i, akan tetapi ambillah dari mana mereka mengambil sumber tersebut.”[11]
c)      Tidak boleh berkata atas nama Islam, akan tetapi hanya boleh berkata atas nama Muslim. Tidak ada satupun yang boleh berkata atas nama Islam selain Allah dan Rasul-Nya, sebab hanya Allah dan Rasul-Nya-lah yang boleh berkata atas nama Islam. Oleh karena itu, wajib bagi muslim dalam berpendapat dengan menggunakan kata ‘pendapat orang Islam’ dan tidak boleh berkata atas nama Islam, sebab jika mengatasnamakan Islam, maka makna yang terkandung di dalamnya adalah menetapkan sifat terlepas dari salah dan dosa serta seakan-akan hanya ia yang memahami teks al-Qur’an sedangkan selain pemahamannya terhadap teks al-Qur’an dianggap salah.[12] T{a>libiy> menambahkan, orang yang berkata atas nama Islam tergolong orang yang syirik, sebab ia memposisikan diri sebagai Allah yang memiliki agama.
Bila disimpulkan dari solusi agar umat Islam bisa bersatu menurut T{a>libiy>, maka akan ditemukan 3 poin sebagaimana berikut:
2.    Sebab Eskternal dan Solusinya
Sebab eskternal yang menyebabkan kematian Tuhan berumula dari permusuhan dan peperangan antar agama yang ada. Menurut M. T{a>libiy>, bila diteliti lagi semua agama yang telah Allah turunkan memiliki ajaran dan dasar yang sama yaitu: 1) iman kepada sang Pencipta, 2) iman/percaya akan kebali pada-Nya, 3) Rindu bertemu dengan-Nya serta mencintai-Nya, 4) mencintai sesama manusia, 5) cinta terhadap kebenaran, 6) cinta pada kebaikan, 7) cinta pada keadilan.[13]
Jika semua memiliki ajara yang sama yaitu mendekatkan diri pada Pencipta dan berprilaku baik pada diri sendiri dan orang lain, maka peperangan, permusuhan, dan perpecahan merupakan hal yang sangat dilarang serta dibenci menurut kacamata semua agama. Islam mengajarkan penganutnya untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan melarang tolong menolong dalam kejelekan sebagaiaman firman Tuhan surat al-Ma>idah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ 
M. T{a>libiy> menegaskan bahwa tolong menolong dalam kebaikan dalam ayat ini bersifat umum untuk sesama manusia, tidak dikhusukan untuk sesama umat Islam saja.[14] Jika tolong menolong dalam kebaikan sesama manusia merupakan perintah Tuhan, maka orang Islam yang tidak berkehendak menolong orang selain agama Islam atau menyakiti orang non Islam, maka ia sudah meinggalkan perintah dari Tuhannya sendiri.
Bukan hanya umat Islam saja yang diperintahkan saling tolong menolong dalam kebaikan sesama manusia, namun dalam agama Yahudi, Nasrani, dan Buda juga mengajarkannya. Dalam kitab suci Yahudi menjelaskan (Talmud: A:31)
الشيئ الذي تبغضه, لا تعامل به صحبك, هذا مجمل الناموس, وكل ما تبقى شروح
Agama Nasrani juga menejalaskan agar berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana maktub dalam Injil Matius 12:7
فكل ما تريدون ان يفعل الناس بكم, افعلوا هكذا انتم ايضا بهم, لأن هذا هو الناموس والأنبياء
Demikian juga dengan agama Buda sebagaimana tertulis dalam Udana-Farika 18:5
لا تؤذ الغير بسلوك تجده انت بنفسك مؤذيا لو سلك معك
Dalam Islam pun juga mengajarkan kedamaian dan ketenteraman antara semua manusia, sebagaiaman yang dijelaskan dalam hadis Nabi:
لا يكون المؤمن مؤمنا حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Jika semua agama mengajarkan kedamaian, saling menyayangi, dan saling mencintai, lantas mengapa pada masa sekarang terjadi permusuhan? Padahal jika melihat pada asal muasal ajaran agama yang diturunkan oleh Allah pada utusannya hanya satu yaitu ajaran iman. Dengan adanya iman inilah seseorang bisa Islam “Pasrah” kepada Allah dan berpegang pada peraturannya kendati terjadi perbedaan syariat yang mengikuti perkembangan zaman.[15]
Menurut M. T{a>libiy>, selain dari sudut ajaran dasar semua agama, ternyata terdapat kesamaan yang sangat mendasar antara agama Islam dan agama Kristiani yaitu: Muhammad adalah Nabi terkhari dan penutup para Nabi. Muhammad tidak menghapus ajaran-ajaran agama terdahulu, akan tetapi Muhammad menjadi penyempurna agama yang sudah lewat. Hal ini juga terjadi pada Isa, Isa adalah Nabi terakhir dari bani Israil dan Isa juga berpesan pada pengikutnya, “Jangan berprasangka bahwa kedatanganku untuk meruntuhkan peraturan-peraturan terdahulu atau nabi-nabi terdahulu. Aku dating hanya untuk menyempurnakannya.” (Matius: 17:15).[16]
Adapun penyebab munculnya permusuhan antara sesama manusia dalam perbedaan sudaut pandang dan keyakian menurut John Locke dalam karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Mina> Abu Sanah ialah:[17]
a)      Adanya dogma
Menurut John Locke, adanya dogma inilah yang menyebabkan hilangnya toleransia saat terdapat perbedaan serta dengan dogma ini juga seseorang harus menerima tanpa berfikir terlebih dahulu apakah yang ia terima benar atau salah.
b)      Kefanatikan
Jonh Locke juga menegaskan bahwa kefanatikan ini juga menyebabkan perpecahan dan permusuhan, sebab dengan adanya fanatisme ini manusia tidak bisa dan tidak mau menertima perbedaan sudut pandang. Oleh karena itu, untuk mencapai kedamaian menurut John Locke dua hal tersebut harus dilingkan terlebih dahulu dari kehidupan manusia.
Setelah mengetahui kesamaan antara agama Islam dan Kristiani serta agama lain yang pada dasarnya mengajarkan saling menyayangi dan saling tolong menolong antara sesama manusia tanpa membedakan agama, ras, dan hal lain yang menyebabkan perpecahan beralihlah pembahasan pada metode untuk merukunkan dan menyatukan semua agama yang pada khususnya agama Islam dan Kristiani.
Pentingnya pembahasan metode menyatukan antara agama Islam dan Kristiani serta agama-agama lain ialah pada masa sekarang perbedaan agama menjadi asas awal terpecahnya umat manusia dan menjadi kambing hitam adanya kekerasan di dunia. Oleh karena itu, M. T{a>libiy> memberikan sebuah solusi untuk menyatukan agama yang ada khususnya untuk menyelesaikan konflik antara agama Islam dan Kristiani. Di bawah ini adalah cara dan solusi yang ditawarkan oleh M. T{a>libiy>:[18]
a)      Diskusi/tukar pikiran
Yang dimaksud dengan diskusi oleh M. T{a>libiy> di sini adalah diskusi yang terbuka agar bisa menerima perbedaan dalam berargumen. Dengan model diskusi seperti ini, maka akan ditemukan saling menghormati perbedaan pendapat.[19] T{a>libiy> menambahkan juga, tujuan adanya diskusi antara agama Islam dan Masehi ialah berusaha menciptakan suasana dari pemahaman Ibrahim, agar bisa keluar dari suasana pertikaian dan permusuhan.[20]
Adapun yang menjadi penyebab hilangnya diskusi antara agama Islam dan Masehi menurut pandangan M. T{a>libiy> disebabkan 3 unsur yaitu: 1) adanya peperangan, 2) adanya pertentangan pemikiran dengan cara perdebatan dan penghinaan, 3) hilangnnya sara saling menghormati pendapat.[21]
b)      Toleransi
Memperkuat kebebasan individu. Kebebasan ini merupakan dasar utama menurut M. T{a>libiy>, sebab M. T{a>biy> memiliki dasar pemikiran untuk memuliakan pemikiran individu dengan batasan keyakinannya dan agamanya serta berpegang pada akhlak bahwa sesungguhnya setiap individu memiliki hak untuk berekspersi dan mewarisi kebebasan.[22] M. T{a>libiy> memberikan kata bijak mengenai hal ini, “Tidak aka nada keamanan dan ketenteraman antara umat manusia bila tidak ada keamanan antara umat beragama.”
Menarik untuk direnungkan perkataan M. T{a>libiy> sebelum mengakhirnya karyanya yang berjudul ‘Iya>lullah Afka>r Jadi>dah fi> ‘Ala>qah al-Muslim bi Nafsih wa bi al-A<khari>n, “Awal pertikaian atau peperangan baik dari dalam maupun dari luar semuanya bermula dari pemikiran, agar tidak terjadi peperangan, maka yang dibutuhkan adalah saling intraksi dan menerima pendapat orang lain. Maksud dari intraksi ialah toleransi, menghargai, dan menerima pendapat yang benar saat terjadi perbedaan.”[23]
D.  Pentingnya Topik Pembahasan
Maraknya permusuhan antara agama Islam dengan agama non Islam pada masa sekarang menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan oleh akademisi. Seakan dunia membutuhkan sebuah solusi untuk menyelesaikan konflik yang ada, agar umur dunia bertahan lebih lama. Inilah yang menjadi penyebab pentingnya dalam pembahasan penyatukan antar agama yang ada. Terlebih pada masa sekarang yang diramaikan oleh salah satu kandidat calon persiden AS yang bernama Donald Trump yang melarang orang Islam masuk dalam kawasan AS. Hal ini tidak bisa disalahkan karena semua bermula dari kekesaran yang dimuculkan oleh salah satu golongan Islam yang hanya mengenal kekerasan yang dikenal dengna golongan ISIS.
Oleh Karena itu, berusaha untuk menyatukan dan memadukan antara umat beragama menjadi bahan yang sangat penting untuk dibahas, agar tidak terjadi perpecahan dan permusuhan antara umat beragama. Dengan dua cara yang ditawarkan oleh M. T{a>libiy> yaitu berdiskusi dan toleransi inilah bisa menjadi salah satu cara atau solusi untuk menyatukan perbedaan pendapat dan pendangan antara umat beragama.
E.   Kontribusi Pengetahuan
Setelah mengkaji karya M. T{a>libiy>, pemakalah bisa menyimpulkan kontribusi yang diberikan olehnya yaitu cara menyikapi perbedaan sudut pandang antara agama yang ada di dunia, cara untuk menyatukan, menebarkan cinta dan kasih sayang, saling menghormati, dan toleransi.
Topik-topik di atas menjadi suatu kontribusi terbesar dalam karyanya M. T{a>libiy> setelah penelitiannya terhadap matinya rasa toleransi dan diskusi yang antara agama yang menyebabkan permusuhan dan pertikaian antara sesama manusia. Selain itu, M. T{a>libiy> juga memberikan kontribusi untuk menyatukan sudut pandapat salam satu agama khususnya dalam agama Islam yang semakin banyak perpecahan dan permusuhan.
Permusuhan dan perpecahan baik dari dalam maupun dari luar inilah yang menyebabkan kematian Tuhan dan kehancuran dunia.
F.   Kesimpulan
Toleransi dan saling menghormati perbedaan merupakan suatu yang sangat diperlukan umat manusia tanpa memandang agama atau golongan. Agar bisa menyujudkan penyatuan umat manusia, maka yang dibutuhkan adalah saling terbuka dan menggelar diskusi untuk tukar pikiran terhadap suatu yang menjadi perbedaan. Dengan adanya diskusi yang terbuka ini, akan menjadi acuan adanya saling menghormati terhadap pandangan yang berbeda.
Tidak ada yang tahu kebenaran hakiki, sebab hanya Tuhan-lah yang mengetahui kebenaran. Oleh Karena itu, tidak berlebihan bila Aristoteles berkata, “Orang yang mencari kebenaran sama halnya dengan sejumlah orang buta yang merabah seokor gaja, di antara mereka ada yang mengatakan gajah itu tipis tapi lebar, panjang berbentuk balok, dan lain-lain. Dari perbedaan ini tidak ada yang salah, sebab yang mereka rabah satu ekor gajah.”
Demikian pula dengan ajar Islam, Islam selalu menghormati perbedaan sudut pandang meski pada akhirnya hanya Allah yang tahu kebenarannya.
Setelah dijaki lebih mendalam, semua agama memiliki dasar dan asas yang sama yaitu menyembah pada Tuhan, cinta pada-Nya, dan mencintai sesama manusia. Itulah ajaran dasar dari semua agama, lantas buat apa sampai adanya permusuhan dan pertumpahan darah antara sesama manusia hanya disebabkan beda dalam pandangan yang muncul dari logika manusia?
Mencari kesamaan bukan mencari perbedaan, itulah kunci kedamaian dan ketenteraman dalam menjalankan hidup di dunia.
REFERENSI
‘Adna>n Muhammad Uma>mah. al-Tajdi>d fi> al-Fikr al-Isla>miy>. Mesir: Da>r Ibn al-Jauziy>. t.t.


Ibn Qayyi>m al-Jauzi>. ‘Ilma>l al-Muwaqqi>n. Saudi Arabiyah: Da>r Ibn al-Jauzi>. 1423.

John Bagnell Burry. H{uriyyah al-Fikr. Kairo: al-Markaz al-Qawmiy> li Tarjamah. 2010.

Jonh Locke. Risa>lah fi> al-Tasa>muh{. Mesir: Maktabah Alexsandria. 1997.

Muhammad T{a>libiy>. ‘Iya>lullah Afka>r Jadi>dah fi> ‘Ala>qah al-Muslim bi Nafsih wa bi al-Akhari>n. Tunis: Da>r Sara>s li al-Nashr. 1992.


[1] https://ar.m.wikipedia.org/wiki/محمد_طالبى.
[2] Lihat, ‘Adna>n Muhammad Uma>mah, al-Tajdi>d fi> al-Fikr al-Isla>miy>, (Mesir: Da>r Ibn al-Jauziy>, t.t), 404.
[3] Muhammad T{a>libiy>, ‘Iya>lullah Afka>r Jadi>dah fi> ‘Ala>qah al-Muslim bi Nafsih wa bi al-Akhari>n, (Tunis: Da>r Sara>s li al-Nashr, 1992), 185.
[4] John Bagnell Burry, H{uriyyah al-Fikr, (Kairo: al-Markaz al-Qawmiy> li Tarjamah, 2010), 77.
[5] T{a>libiy>, ‘Iya>lullah, 66.
[6] Ibid., 68.
[7] Ibid., 68.
[8] Lihat, Ibn Qayyi>m al-Jauzi>, ‘Ilma>l al-Muwaqqi>n, (Saudi Arabiyah: Da>r Ibn al-Jauzi>, 1423), 2/285.
[9] T{a>libiy>, ‘Iya>lullah, 68.
[10] Ibid., 68.
[11] Lihat, al-Jauzi>, ‘Ilma>l al-Muwaqqi>n, 2/201.
[12] T{a>libiy>, ‘Iya>lullah, 68.
[13] Ibid., 184.
[14] Ibid., 186.
[15] Ibid., 183.
[16] Ibid., 153.
[17] Jonh Locke, Risa>lah fi> al-Tasa>muh{, (Mesir: Maktabah Alexsandria, 1997), 8. Buku ini muncul karena Jonh Locke ini menyatukan antara orang Kristian Katolik dan Protistan. Dalam buku ini tidak menyinggung persoalan agama lain selain Kristiani, namun penyebab perpecahan yang terjadi di dalam agama Kristiani bisa menjadi sebuah pelajaran dan referansi dalam menyatukan antara umat beragama.
[18] T{a>libiy>, ‘Iya>lullah, 163.
[19] Ibid., 168.
[20] Ibid., 152.
[21] Ibid., 180.
[22] Ibid., 152.
[23] Ibid., 185.

Comments